Jumat, 16 September 2011

Pesan Lebaran dari Bung Erdogan !

Pesan Lebaran dari Bung Erdogan!



Senin, 12 September 2011

oleh: Musthafa Luthfi

Jawaban atas keraguan sejumlah pihak di kawasan Timur Tengah tentang seriusnya keretakan hubungan antara Turki dengan Israel sejak tiga tahun belakangan ini yang lebih diperparah dengan serangan biadab negeri zionis itu atas Gaza pada akhir 2008, kemudian api murka negeri bekas pusat Khilafah Othmaniyah itu tersulut lagi dengan serangan pasukan komandos Israel atas kapal kemanusiaan Mavi Marmara sekitar setahun lalu, setidaknya terjawab sudah pada Jum`at (2/09/2011) lalu.

Pasalnya sejumlah negara kawasan lewat media massanya sepertinya tetap menyangsikan sikap Turki dibawah pimpinan PM, Recep Tayyip Erdogan itu terkait kemarahannya atas Israel. Mereka masih menyangsikan keretakan hubungan dua negara yang selama ini merupakan sekutu strategis yang sedemikian cepat terjadi apalagi disebabkan oleh isu Palestina (termasuk blokade tak berprikemanusian atas Gaza), yang menurut pandangan mereka tidak begitu mendapat perhatian selama ini.

Namun dengan peristiwa penyerangan kapal kemanusiaan yang menyebabkan sembilan orang warga Turki gugur sebagai syuhada, lebih dari setahun lalu, Bung Erdogan telah membuktikan bahwa kemarahan negerinya terhadap negeri Israel itu bukan main-main atau sandiwara untuk meraih simpati publik Muslim di kawasan. Ijinkah saya menggunakan kata Bung, karena teringat lagu perjuangan "Halo-halo Bandung" yang salah satu liriknya berbunyi "mari bung rebut kembali".

Dari kata bung itu, penulis menaruh harapan teriring doa tentunya, Bung Erdogan sebagai pemimpin generasi Turki masa kini, dapat merebut kembali kejayaan Khilafah Othmaniyah (Ottoman menurut sebutan Barat), sehingga mampu menjadi inspirator bagi negara-negara besar Muslim lainnya di kawasan khususnya Mesir yang saat ini telah memasuki era perubahan pasca rejim Hosni Mubarak yang selama tiga dekade lebih sebagai sekutu terkuat Israel di dunia Arab.

Pada Jum`at itu yang masih dalam suasana lebaran Idul Fitri yakni tiga hari bagi yang lebaran pada Selasa (30/08/2011) atau dua hari bagi yang lebaran Rabu (31/08/2011), Bung Erdogan tidak tanggung-tanggung telah melakukan langkah mengejutkan yang sebelumnya tidak pernah diduga banyak pihak. Ibaratnya sebagai pesan lebaran yang melegakan ratusan juta umat Islam kawasan bahkan 1,5 milyar lebih di seluruh dunia.

Langkah ini juga dapat menjadi sumber inspirasi bagi para pemimpin Muslim lainnya di kawasan untuk membangun solidaritas dengan sungguh-sungguh dan memastikan musuh sesungguhnya, setelah selama ini hanya sebatas wacana. Keputusan negeri itu yang mengusir Dubes Israel dari Ankara, penurunan tingkat keterwakilan diplomatik menjadi hanya setingkat Sekretaris II kebawah, pembekuan kerjasama militer dan pembatalan sejumlah kesepakatan perdagangan merupakan langkah mengejutkan.

Dalam etika diplomasi, degradasi keterwakilan diplomatik merupakan salah satu bentuk ``pelecehan``, artinya Turki yang merasa dilecehkan oleh negeri zionis itu karena menolak meminta maaf atas serangan kapal kemanusiaan miliknya, balas melecehkan zionis dengan degradasi perwakilannya. Sekretaris II merupakan pangkat diplomat yang masih sangat yunior sebab sebelum mencapai pangkat duta besar perlu banyak jenjang lagi yakni Sekterais I, Councellor, Minister Counsellor, Minister kemudian Dubes yang rata-rata memerlukan waktu 20 tahun.

Meskipun langkah itu belum maksimal seperti pemutusan hubungan diplomatik, namun patut diacungkan jempol sebab tidak menutup kemungkinan di masa depan akan mengarah kepada pemutusan hubungan bila negeri zionis itu masih tetap bersikap arogan tanpa melihat hakikat negeri Turki yang pernah disegani dunia yang saat ini sedang bangkit kembali memulihkan kejayaan dimaksud dibawah pimpinan Bung Erdogan.

Sebenarnya, Israel telah berusaha melakukan serangkaian konspirasi untuk menggagalkan rencana pemerintah Turki agar urung melakukan langkah-langkah tersebut, namun berbagai konspirasi itu tidak digubris. Sebut saja misalnya, upaya negeri zionis itu membangun hubungan strategis dan memprovokasi negara-negara tetangga Turki semisal Yunani, Bulgaria, Romania dan Siprus, menggerakkan lobi Armenia di Kongres AS serta merongrong stabilitas dan keamanan Turki dengan dukungan terhadap aksi kekerasan suku Kurdi.

Dan terakhir adalah rekayasa hasil laporan Tim PBB tentang blokade Gaza dan serangan atas kapal kemanusiaan Mavi Marmara yang dipimpin mantan Perdana Menteri Selandia Baru, Geoffrey Palmer yang sangat mengecewakan Turki dan umat Islam seluruh dunia umumnya meskipun dalam laporan setebal 105 halaman itu disebutkan serangan Israel atas kapal kemanusiaan itu sangat berlebihan.

Berbagai upaya Israel itu, tidak menyurutkan pemerintahan Erdogan untuk terus menuntut negeri zionis itu mempertangungjawabkan kejahatannya sekaligus ingin mengakhiri status Israel yang selama ini secara de facto selalu berada di luar jangkauan hukum internasional. Turki tidak ingin lagi melihat negeri Yahudi itu dengan semena-mena merendahkan bangsa Muslim setelah selama ini Israel selalu beranggapan bahwa dirinya tidak pantas meminta maaf kepada bangsa-bangsa Muslim meskipun akibat kejahatan biadab yang dilakukannya atas mereka.

Pesan ganda

Langkah-langkah yang dilakukan Bung Erdogan tersebut sedikitnya mengandung pesan ganda. Yang pertama sudah pasti ditujukan kepada para pemimpin zionis dan kedua negara-negara Arab di kawasan yang sebagian di antaranya telah berhasil melakukan perubahan kekuasaan otoriter lewat revolusi rakyat dan sebagian lainnya masih dalam perjuangan menuntut perubahan.

Setidaknya ada beberapa pesan berikut ini telah disampaikan Turki kepada negeri zionis Israel. Pertama, Ankara mengingatkan bahwa para pemimpin zionis keliru besar memperhitungkan akibat dari serangan yang merenggut sembilan syuhada Turki, penumpang kapal kemanusiaan Mavi Marmara setelah selama ini hanya sebatas mendapat kecaman ketika membantai ratusan bahkan ribuan warga Arab terutama di Palestina dan Libanon.

Pesan kedua adalah, pemerintah Erdogan yang mendapat kepercayaan mutlak dari rakyatnya mengingatkan bahwa rakyat Turki sangat murka dan merasa diinjak-injak harga diri mereka ketika pemerintah negeri zionis itu hanya menyampaikan rasa penyesalan atas insiden tersebut dan hanya siap mengganti rugi sekitar 100 ribu dolar AS untuk setiap korban.

Adapun pesan ketiga, pemerintah Erdogan ingin mengingatkan para pemimpin negeri zionis itu bahwa mereka telah keliru melihat situasi dalam negeri Turki yang sekitar tiga bulan lalu melaksanakan pemilu dan berhasil memperkuat posisi partai Keadilan dan Pembangunan (AKP) lewat suara mayoritas rakyat sehingga membuat para pemimpin AKP tidak akan menyiakan-nyiakan kepercayaan ini. Para pemimpin Israel juga melupakan perubahan mendasar di Turki dengan melemahnya peran militer yang selama ini dijadikan tempat sandaran untuk kepentingan negeri zionis itu.

Sementara pesan keempat seperti disebutkan sejumlah analis Arab adalah untuk membuktikan bahwa Turki bukan lagi negara kawasan yang selama ini identik sebagai sekutu strategis Israel yang selalu manut pada Tel Aviv atau kekuatan-kekuatan imperialis Barat pendukung utama negeri zionis itu. Ankara ingin membuktikan bahwa posisi negeri itu telah berubah dan telah menemukan kembali jalan menuju pemulihan kembali kejayaannya sehingga menolak untuk selalu berada dibawah ketiak Israel atau negara-negara Barat.

Meskipun kerjasama dengan Israel, paling tidak dalam jangka pendek dan menengah ke depan tetap dipertahankan, namun aturan mainnya sudah pasti harus berubah. Turki tidak ingin kerjasama tersebut merugikan kepentingan nasional dan perannya sebagai salah satu negara terkemuka Organisasi Konferensi Islam (OKI) dan negara besar serta penentu di kawasan.

Untuk membuktikan bahwa negeri bekas pusat imperium Othmaniyah itu tidak bisa diidentikkan lagi sebagai sekutu yang selalu didekte negeri zionis itu, diantaranya langkah Ankara untuk melanjutkan pengaduannya kepada Mahkamah Kriminal Internasional di Den Hag, Belanda terkait ketidakabsahan embargo atas Gaza untuk melawan keputusan tim PBB yang menyebutkan embargo tersebut legal.

Seperti dilaporkan, Ahad (4/09/2011), Menlu Turki, Ahmet Davutoglu akan melayangkan semacam pledoi ke Mahkamah Kriminal Internasional sebagai respon atas keputusan tim PBB menyangkut embargo Gaza tersebut. Davutoglu mengingatkan bahwa masalah Gaza tersebut bukan hanya terkait dengan permasalahan antara Turki dengan Israel, akan tetapi, juga antara Israel dengan masyarakat internasional dan sanubari publik dunia.

Sementara pesan buat negara-negara Arab kawasan, intinya satu yakni agar melakukan langkah berani dalam menghadapi negeri zionis tersebut. Lebih khusus lagi disebutkan disini adalah Mesir dan Yordania yang memiliki hubungan diplomatik dengan Israel yang menimalnya harus melakukan langkah tersebut atau lebih utama menutup kedutaan Israel bila terjadi agresi atas salah satu negara Arab (khususnya Palestina) di masa mendatang.

"Kepongahan dan arogansi Israel harus dihentikan sebab masa pengabdian dan kehinaan telah berlalu setelah jatuhnya rejim diktator Mesir,`` papar Abdul Bari Atwan, analis Arab yang mukim di London (2/09/2011). ``Sekarang Turki telah memberikan pelajaran baru bahwa pemerintahan yang mengedepankan aspirasi rakyat memiliki kekuatan besar melawan rasa superioritas dan arogansi Israel. Pesan Turki ini wajib kita respon sekarang ini juga,`` papar Fahmi Huweidi, pakar Muslim dan penulis produktif Mesir (6/09/2011).

Kemitraan baru

Salah satu cara bagi dunia Arab merespon langkah Turki tersebut adalah mendukung upaya-upaya pemerintah Erdogan dalam membela isu Palestina, terutama yang terakit dengan penghentian embargo atas Gaza dan mengecam laporan tim PBB itu yang sangat memihak mutlak kepada kepentingan negeri zionis itu. Mengenai embargo Gaza, langkah awal yang harus dilakukan adalah menyambangi rakyat Gaza seperti yang akan dilakukan Erdogan dalam waktu dekat serta menghentikan secara sepihak embargo lalim tersebut.

Namun untuk jangka panjang mendatang, tidak cukup hanya sebatas itu sebab yang paling utama adalah menyusun kembali kemitraan baru Arab-Turki yang secara politis tidak ada kendala untuk mewujudkannya. Mengingat masih banyak kendala dengan Iran maka fokus utama sekarang adalah kemitraan Arab-Turki terlebih dahulu sebelum terwujudnya kemitraan segitiga Arab-Turki-Iran.

Isyarat menggembirakan ke arah pendekatan strategis Arab-Turki bisa dilihat dari rencana kunjungan PM Erdogan ke Mesir dalam beberapa hari mendatang untuk selanjutnya menyambang Gaza. Meskipun kunjungan ke Gaza belum bisa dipastikan karena perlu persetujuan Israel, namun yang lebih penting adalah kemungkinan tercapainya pakta kerjasama startegis antara Mesir-Turki yang sangat dikhawatirkan Israel.

Kekhawatiran tersebut misalnya dapat dilihat dari laporan sejumlah harian terkemuka zionis. Harian Yodiot Ahronot, Senin (4/09/2011), misalnya menulis bahwa keretakan hubungan Israel-Turki yang telah mencapai puncaknya itu akan mendorong tercapainya pakta strategis baru antara Mesir dan Turki dalam kunjungan Erdogan mendatang yang tentunya membayakan Israel. Harian ini juga mengutip laporan koran Mesir El-Youm Al-Sabi tentang agenda kunjungan Erdogan dan delegasi tingkat tinggi termasuk penandatanganan kerjasama strategis kedua negara.

Mantan Dirjen Kemlu Israel, Eleon Leiel menyatakan bahwa pemerintah Israel tidak bisa berkata terkejut dengan reaksi Turki tersebut sebab Ankara telah berkali-kali memperingatkan.

"Memang Israel berhak menolak untuk meminta maaf pada Turki tapi pukulan kuat Turki sangat menyakitkan dan sulit bagi Israel,``paparnya seperti dikutip arabonline, Senin (5/09/2011).

Terkait rencana kunjungan Erdogan ke Gaza, pejabat Israel itu menilai bahwa tidak akan berpengaruh negatif sama sekali bagi posisi Turki karena negara ini akan tetap sebagai anggota NATO dan negara Uni Eropa akan terus melanjutkan perundingan bergabungnya Turki ke Uni Eropa.

"Kunjungan ini, juga tidak akan berpengaruh terhadap hubungan Turki dengan AS," tambahnya.

Singkatnya, kemitraan baru Arab-Turki dalam suasana dunia Arab yang sudah mulai berubah itu telah terbuka lebar yang ditandai pula usaha pro aktif Turki. Tinggallah sekarang menunggu sambutan positif dunia Arab, khususnya Mesir selaku negeri terbesar Arab sebagai upaya sungguh-sungguh untuk melepaskan bangsa-bangsa Muslim kawasan dari hegemoni berkepanjangan zionis. Semoga.*/Sana`a, 10 Syawal 1432 H

Penulis adalah kolumnis hidayatullah.com, tinggal di Sana’ah, Yaman

Tidak ada komentar:

Posting Komentar