Sabtu, 28 Agustus 2010

Mengenang K Ali Hamdi Mudaim


Rajin Menulis Hingga Wafat

Kyai Ali Hamdi Muda’im, Ketua Pimpinan daerah Muhammadiyah Nganjuk dan Pengasuh Pondok Pesantren Taman Pengetahuan (YTP) Kertosono, wafat. Ulama yang dikenal sabar itu rajin menulis di akhir hidupnya.

Senin pagi, telepon di redaksi MATAN berdering. Setelah diangkat ternyata telepon itu dari Kyai Ali Hamdi Muda’im. Ia menanyakan rencana tulisan di rubrik Tafsir edisi November 2009. Redaksi memberi jawaban dengan sedikit membuka diskusi. ”Mungkin tentang keprihatinan masyarakat Indonesia dalam menghadapi bencana,” tutur Kyai menawarkan opsi.

 
Kisah kecil itu terjadi dua hari sebelum dia dipanggil menghadap Ilahi. Bahkan Selasa malam, sempat berbincang-bincang dengan Sekretaris PWM Jatim saat dibezuk di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Jombang. Memang begitu tiba-tiba, Ketua Pimpinan Daerah Muhammadiyah Nganjuk ini wafat (Rabu, 7/10). Sama sekali tak ada firasat. Hanya lima menit sebelum meninggal, dia meminta bantuan oksigen kepada perawat. Saat oksigen diambilkan itulah ada pembicaraan lirih antara KH Ali dengan istrinya, Zuhriyah. ”Saya tiba-tiba ingin menuntun Bapak untuk mengucap Lailahaillallah. Selang dua menit, nafas Bapak berhenti,” kisah Zuhriyah dengan mata berkaca-kaca. 


Saat hari merambat sore, masjid Pondok Pesantren Raudlatul Ilmiyah (YTP) Kertosono, Nganjuk, dipenuhi jamaah. Shalat Ashar hari itu terasa lebih khidmat. Banyak jamaah yang meneteskan air mata. Sesekali terdengar suara sesenggukan pelan tertahan. Duka cita menyelimuti warga pesantren. Ali wafat meninggalkan istri dan tiga anak, yaitu Saifullah Al Ali, Mar’atul Aslamah, dan Fajriyah Mubarokah.


Ia wafat pada pukul 08.00 Wib di RSUD Jombang dalam usia 57 tahun. Beberapa tahun terakhir, penerus KH Mustain Kastam itu memang bermasalah dengan jantungnya. Namun dia masih terus menjalankan aktivitas rutinnya seperti mengajar, mengisi pengajian di daerah-daerah dan mengurus PDM Nganjuk, serta menulis di rumah ditemani istrinya.
Berita kematian Kyai Ali segera menyebar seperti lebah. Selepas Dzuhur, ratusan alumni Pesantren Kertosono dari berbagai kota di Jawa Timur berdatangan ke pesantren yang melahirkan tokoh Muhammadiyah Moeslim Abdurrahman dan Dr Abdul Fatah Wibisono itu. Ketika jenazah diusung ke pesantren dan disemayamkan di pemakaman khusus keluarga pesantren di Desa Banaran, Kertosono, lebih dari 400 santri, dan ratusan alumni menyambutnya dengan linangan air mata. Hampir semua ruas jalan dari Banaran hingga Kertosono Pasar, luber oleh siswa-siswi Muhammadiyah yang hari itu langsung diliburkan, bercampur warga untuk bertakziyah.
Saat jarum jam menunjuk 15.45 Wib, jenazah itu dibawa ke masjid yang penuh sesak. Satu jam kemudian, jenazah dibawa ke pemakaman. Acara pemakaman dipimpin Wakil Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Timur, KH Muammal Hamidy Lc.
Hari itu memang terasa agak berat bagi Zuhriyah. Dia seolah mengingat kembali kepingan-kepingan perjalanan dengan suaminya. Ia ingat, kematian suaminya ini bertepatan dengan usia pernikahannya yang ke 30 tahun. ”Saya menikah dengan bapak tahun 1979, bapak meninggal 2009,” tuturnya setengah beromantisme.
Menurut Zuhriyah, sedari kecil kyai kelahiran Sedayu Lawas, Lamongan pada 17 Juli 1952 itu sudah digembleng dengan situasi. Ketika masih SD, Ali sudah menjadi yatim piatu, sehingga kesabaran dalam menjalankan tanggung jawab ini muncul seiring lingkungan yang menjadi guru baginya.


Selain bagi keluarganya, Kyai Ali begitu berarti di mata masyarakat Nganjuk, terlebih lagi warga Muhammadiyah. Di organisasi ini, dia lebih dikenal dengan catatan kesabarannya dalam memimpin. Sebagai ketua PDM Nganjuk dua periode (2000-2009), Kyai Ali bisa menyejukkan umat.


Bagi kolega dan kawan seperjuangannya, sosok yang masuk generasi ketiga pengelola Pesantren YTP Kertosono itu dikenal dengan keteguhannya dalam prinsip dan tanggung jawab. "Almarhum adalah sosok yang tegas, berwibawa, dan penyabar sejak muda," kata wakil Ketua PDM Nganjuk, Muhammad Sodiq.


Selain itu, Ali Hamdi adalah salah satu Kyai yang gemar menulis. Beberapa karyanya sering menghiasi media baik media komunitas muslim maupun umum. Bahkan, karya ulama yang dikenal sebagai ahli fiqih ini sudah sebagaian diterbitkan menjadi buku. Kini Kyai itu telah pergi. mz abidin (taken from Majalah Matan)

3 komentar:

h_you mengatakan...

subhanallah..... beliau adalah orang yang luar biasa!!!! selalu berkecimpung dalam dunia ilmu

Mbahmun mengatakan...

maha besar Allah: beliau adalah guruku semoga aku bisa menyambung ilmunya

Unknown mengatakan...

Inna lillah wa Inna ilaihi Raji'un.beliau adalah guru ku.namum baru kini aku beliau telah almarhum..salam hormat saya untuk semua para guru di kertosono.dan semua alumni ponpes..dari ku Ali Mujron (Aceh) no WA 082365425839 mohon dicontac

Posting Komentar